Harunoblue

Killing Commendatore by Haruki Murakami

In harunobooks, post on August 13, 2019 at 3:55 am

*Spoiler Alert

Akhirnya setelah sekian lama aku bisa punya waktu untuk kembali membaca novel. Dan buku yang aku tamatkan setelah sekian lama adalah Killing Commendatore yang ditulis oleh Haruki Murakami. Ini buku kedua Murakami yang aku baca setelah sebelumnya aku pernah menamatkan 1Q84.

Buku ini menceritakan kisah seorang pelukis potret komersial (yang menjadi narator dalam novel ini dengan sudut pandang orang pertama, namun hingga akhir cerita dia tidak pernah menyebutkan siapa namanya sendiri) yang mengalami krisis dalam hidup karena berpisah dengan istrinya. Untuk mengganti suasana, dia menerima tawaran salah seorang temannya (Masahiko Amada) untuk menempati rumah ayahnya (Tomohiko Amada) yang merupakan seorang pelukis terkenal. Rumah itu kosong karena ayah temannya itu sudah sepuh (90 tahun) dan tidak lagi dapat menjalani aktivitas sehari-hari dengan normal sehingga dia dititipkan di panti jompo.

Rumah itu terletak di daerah perbukitan yang agak terpencil dan jauh dari keramaian. Cerita bermula ketika sang narator secara tak sengaja menemukan sebuah lukisan yang disembunyikan di loteng. Lukisan tersebut merupakan karya Tomohiko Amada yang berjudul Killing Commendatore yang entah kenapa disembunyikan disana. Dari sanalah kisahnya bergulir dimana kemudian dia bertemu dengan seorang laki-laki parlente paruh baya nyentrik (Wataru Menshiki) yang memintanya untuk melukis potret wajahnya yang kemudian menjadi temannya. Lalu hal-hal mistis pun terjadi dalam perkembangan ceritanya berkaitan dengan lukisan tersebut.

Menurut opiniku pribadi pada awalnya ceritanya cukup menarik ketika hal-hal mistis mulai terjadi terutama sang narator dan Menshiki bekerja sama berusaha memecahkan perkara mistis yang terjadi. Namun setelah itu cerita mulai mengambang (dan agak membosankan) ketika sang narator (dan Menshiki) mulai membahas Masa lalu Tomohiko Amada di Vienna dengan bumbu-bumbu sejarah zaman perang dunia kedua guna memecahkan misteri dibalik lukisan tersebut.

Selanjutnya kisah tentang hilangnya Mariye Akikawa lalu proses pencariannya dan apa yang sebenarnya terjadi pada Mariye bagiku pribadi ini agak terkesan berlebihan. Proses perjalanan (perjuangan dan pengorbanan) hingga ke dunia lain untuk mencari anak yang ternyata hanya terkurung di rumah yang dimasuki tanpa izin terkesan agak kurang nyambung. Tapi entahlah, mungkin secara filosofi ada makna tersendiri, tapi bagiku dari sudut pandang orang awam ini agak konyol.

Terlepas dari itu, Haruki Murakami adalah seorang pencerita ulung yang mampu membuat kita terus membaca hingga ke halaman terakhir. Dan bukan Haruki Murakami jika tidak membumbui ceritanya dengan adegan-adegan erotis yang mungkin berbahaya bagi pembaca yang belum cukup umur. Karenanya bagi yang belum cukup umur mungkin sebaiknya tidak dulu membaca karya Haruki Murakami ini.

Bagiku pribadi memang merasa agak kurang puas dengan novel terbarunya ini (Sama halnya dengan 1Q84, tapi dengan alasan yang berbeda). Meskipun begitu, mustahil bagi seorang pengarang untuk memuaskan semua pembaca. Sebagus apapun sebuah karya pasti ada saja orang yang tidak puas karena setiap orang memiliki pemikiran dan ekspektasi yang berbeda terhadap sebuah karya. Dan tentu saja ketika sebuah karya sudah terpublish, adalah hak pembaca untuk bagaimana mengapresiasinya.

Latihan Menulis : “Moon Lovers: Scarlet Heart Ryeo”

In harunoblurry, harunodream, harunothink, harunotrivial on September 6, 2016 at 7:37 pm

Dahulu kala saat aku masih sangat muda (baca:anak-anak) aku sangat suka menggambar dan saat SMA aku pernah bermimpi untuk menjadi komikus saat dewasa nanti, namun saat kuliah mimpiku berubah menjadi penulis. Pernah aku berharap dapat menerbitkan buku sendiri sebelum usia 30. Ketika usia 30 itu tiba, aku masih tetap memiliki mimpi yang sama meski belum juga terwujud. Terkadang mimpi dan kenyataan berjalan di dua jalur berbeda namun tak ada salahnya jika bisa berjalan bersamaan. Aku masih bermimpi menjadi seorang penulis, masih belajar menjadi penulis.

Lalu ada apa dengan “Moon Lovers: Scarlet Heart Ryeo”? Iseng saja, saat menonton scene pertama drama korea tersebut aku merasa tergelitik untuk menuliskan adegan itu dalam bentuk narasi. Hanya potongan kecil 3,5 menit pertama dari episode pertama, namun kurasa sangat berguna untuk melatih kemampuan mengamati dan mendeskripsikan suasana.

***

Hamparan cahaya memantul di damainya danau sewarna biru yang dibatasi tebing-tebing putih menjulang tinggi menopang langit. Ada beberapa perahu yang melintas di permukaan danau yang sedang membawa para pelancong menikmati beningnya air dan pemandangan indah yang memanjakan mata di sekitarnya. Beberapa orang duduk berkelompok di tepi sungai bersama keluarga dan teman-teman menghabiskan waktu santai di akhir pekan dengan berekreasi di tepi danau. Mereka kelihatan bahagia dan bersemangat, terutama anak-anak yang tampak begitu riang bermain disana.

Namun sayangnya tak semuanya memiliki perasaan yang sama di hari yang seharusnya indah itu. Seorang wanita tampak duduk sendirian di sudut dermaga dengan dua botol shoju di hadapannya, satu kosong satu lagi setengah terisi. Aura keputusasaan bagaikan memancar menciptakan gelembung yang menafikan segala bentuk keceriaan di sekitarnya. Dia mengambil cermin kecil dari tasnya. Diperhatikan sudut bibir kanannya yang terluka dan mata kanannya yang lebam. Dari pada rasa sakit, justru kesedihan dan kekecewaanlah yang paling tampak dari raut wajah sendunya.

Dia memasukkan kembali cermin ke dalam tasnya dan meraih botol shoju yang setengah berisi dan meneguknya perlahan, seolah menikmati rasa sakit yang bersemanyam dalam dirinya. Tak jauh dari tempatnya duduk seorang laki-laki berpakaian lusuh dengan ransel kumal dan tas besar di tangannya tampak sedang memperhatikan wanita itu.

Wanita itu menyadari keberadaan laki-laki itu dan balas memandangnya. Baginya laki-laki itu tampak seperti gelandangan. Siapapun yang melihatnya juga pasti memiliki pemikiran seperti itu. Dia kemudian sadar jika ternyata yang diperhatikan laki-laki itu bukan dirinya, tapi botol shoju di tangannya. Laki-laki itu melemparkan senyum memperlihatkan gigi-giginya ketika pandangan mereka bertemu.

Wanita itu bergidik dengan ragu-ragu menjulurkan botol berisi shoju yang hanya tinggal sepertiganya kepada laki-laki itu. Laki-laki itu sempat tertegun sejenak, namun rasa dahaganya akan shoju mendorongnya untuk meyambut tawaran wanita itu. Dia mendekat meraih botol shoju dan dan mereguk dengan penuh nikmat shoju di samping wanita itu.

Wanita itu agak menyesal memberikan shojunya karena itu adalah botol terakhirnya, namun dia tak ingin menambah daftar sesal dalam hidupnya yang sudah terlampau panjang. Keheningan mengapung, ada kesunyian yang tercipta lewat deguk shoju dan langit biru yang terlampau cerah saat itu.

“Pak, Apakah Bapak pernah merasakan ingin tidur selama ratusan atau ribuan tahun?”Tanya wanita itu memecah kesunyian di antara mereka,”masalah demi masalah selalu saja muncul dan tidak ada harapan akan menjadi lebih baik. Namun aku terus berkata pada diri sendiri bahwa semua akan baik-baik saja, namun masalah lain pun muncul. Karenanya aku ingin memilih untuk tidur selamanya dan tidak bangun lagi.

Ucapan wanita itu sebenarnya tak mengharapkan jawaban apa-apa. Dia hanya ingin melepaskan sedikit bebannya yang tak hingga itu. Baginya itu hanya sebentuk retorika yang tak membutuhkan jawaban atau semacam katarsis untuk kegundahan jiwanya. Mata wanita itu menerawang jauh, sementara laki-laki itu mendengarkan dengan terus meneguk sisa shoju di tangannya.

“Aku ingin melupakan segalanya tapi itu sama sekali tidak ada gunanya. Bajingan itu meninggalkanku dengan tumpukan hutang, dan perempuan jalang yang menipuku itu kabur bersamanya. Sial, seharusnya aku tidak pernah percaya siapapun,”ujarnya emosional dengan suara meninggi.

“Pak, apa Bapak tahu?”Butiran bening serupa kristal cair mulai jatuh melintas di pipinya,”selama ini aku menganggap jika aku tidak berubah, orang yang aku percayai dan aku sukai juga tidak akan berubah. Tapi ternyata aku salah… mengapa hidupku seperti ini?”

Tangisnya pecah, wanita itu membenamkan wajahnya di lutut. Kesedihan dan rasa kecewa mendalam menyelimuti hidupnya, sesal yang membuncah itu hanya bisa dia larutkan dalam tangis yang sebenarnya tidak dapat memberikan jawaban apa-apa.

Hening merambat sesaat kemudian laki-laki itu meletakkan botol shoju yang kosong di hadapannya dan berkata, “hidupmu tak akan berubah hanya karena kamu menginginkannya.”

Laki-laki itu dengan sikap acuh merebahkan tubuhnya hendak tidur, dia meraih tas yang dibawanya lalu menjadikan sebagai bantal

”Tapi mungkin saja bisa jika kau mati dan hidup kembali,”sambung laki-laki itu sambil memejamkan mata.

“Bapak bilang apa?”Tanya wanita itu seraya mengangkat wajahnya, tak mengerti, yang kemudian menjadi tidak perduli.

Laki-laki itu tak menjawab dan terus saja melanjutkan tidur.

Wanita itu berhenti menangis, angin lembab yang menyapu danau mampir di wajahnya. Dia memukul-mukul dadanya berusaha menenangkan diri lalu menghela nafas panjang dan menghapus air matanya.

***

Well, still far from good, but I’ll keep practicing for sure by using another scene of the drama or maybe some other dramas or movies in my free time.

 

 

Aku dan Sheila on 7 Menjelang Tengah Malam.

In harunoblurry, harunodays, harunotrivial, post on August 7, 2016 at 1:35 am

Malam ini aku tidur lebih awal dan terbangun pukul setengah 12 malam karena kantung kemihku yang penuh. Aku ke kamar mandi dan mengalirkan hasratku disana. Saat kembali ke kamar, aku melewati kamar adikku. Saat itu pintunya masih terbuka. Seperti biasa kedua adikku itu masih berjaga hingga lepas tengah malam nanti bermain game online sementara televisi menyala. Aku mampir di kamar mereka dan mencuri air dari dispensernya.

Aku duduk sebentar di depan televisi mereka, channel yang terpampang disana Net TV. Sebuah band sedang memainkan musik yang sangat akrab di telingaku. Ada Duta pada Vocal, Eros pada gitar, Adam pada Bass, dan dia yang aku tak tau namanya pada drum. Mereka adalah Sheila on 7.

Band inilah yang dulu aktif mengantarkan masa remajaku yang tak begitu cemerlang. Karenanya ketika mendengarkan lagu mereka dimainkan lagi aku jadi mengingat masa remajaku saat SMP dan SMA saat lagu-lagu mereka sedang hit di radio dan televisi.

Aku masih ingat ketika pertama sekali mendengarkan lagu mereka ketika SMP, saat itu hari minggu sore sekitar pukul 16.30-17.00 di televisi dalam program Clear top Ten yang di Pandu oleh Dewi Sandra (yang saat itu belum berkerudung, belum menikah dan bercerai dengan Glen Fredly, ketika hidungnya masih bulat dan tak selancip sekarang). Lagu yang dibawakan oleh Sheila on 7 pada saat itu berjudul “Dan”. Lagu itulah yang akhirnya membuatku dan mungkin jutaan orang lainnya mengikuti lagu-lagu mereka setelahnya.

Aku mengikuti perjalanan mereka dari mulai awal mereka ngetop ditahun 1999 dengan personil awal yang berjumlah 5 orang: Duta, Eros, Sakti, Adam, dan Anton yang saat itu masih cupu dan malu-malu ketika tampil di televisi sebagai bintang tamu acara talkshow dan sejenisnya.

Namun tentu saja setiap hal itu ada masanya, begitu juga dengan popularitas. Dalam industri hiburan tak ada yang bisa selamanya berada di puncak. Pada akhirnya Sheila on 7 harus turun dengan munculnya generasi-generasi baru dalam industri musik dan juga masalah internal dalam band mereka dengan hengkangnya Anton di 2004 dan Sakti di 2006. Meskipun begitu beberapa lagu-lagu mereka ketika zaman SMP-SMA periode 1999 -2004 masih menjadi teman bagiku, seperti… (aku malas menulis dan tak ingat nama albumnya jadi aku copy paste saja dari Wikipeda yang kebetulan judul lagunya sama persis seperti yang aku inginkan)

  • Sheila on 7 (1999): “Kita“, “Dan“,”Anugerah Terindah Yang Pernah Kumiliki“, “J.A.P“, “Perhatikan Rani!
  • Kisah Klasik Untuk Masa Depan (2000): “Bila Kau Tak Disampingku“, “Sahabat Sejati“, “Sephia“, “Tunggu Aku Di Jakarta“, “Sebuah Kisah Klasik“, “Tunjuk Satu Bintang’
  • 07 Des (2002): “Seberapa Pantas“, “Buat Aku Tersenyum“, “Pria Kesepian“, “Hingga Ujung Waktu“, “Waktu Yang Tepat Untuk Berpisah“, “Saat Aku Lanjut Usia
  • OST 30 Hari Mencari Cinta (2003) : “Melompat Lebih Tinggi“, “Berhenti Berharap
  • Pejantan Tangguh (2004): “Pejantan Tangguh“,”Itu Aku“, “Pemuja Rahasia“, “Jangan Beritahu Niah

(Source: Wikipedia)

Aku hanya mengikuti mereka selama lima tahun, lalu setelah itu aku hanya bernostalgia dengan lagu-lagu lama mereka. Mereka memang tak berhenti berkarya, namun album-album mereka setelah Pejantan Tangguh (2004) seperti kehilangan pesona.

Setelah menonton Sheila on 7 menyanyikan beberapa lagu yang berhasil mengorek kenangan lama di masa puber aku kembali ke kamarku tepat saat jam menunjukkan pukul “tengah malam”. Aku hendak melanjutkan tidurku yang terputus tadi. Tetapi sialnya aku kehilangan kantukku, dan mulai menulis catatan ini. Ya sudah lah, selamat dini hari!