Kamu pasti pernah dengar istilah don’t judge a book by its cover yang artinya “kalo beli buku sekalian minta di sampulin” (Saya tau kamu pintar, jadi saya merasa gak perlu untuk menjelaskan artinya lebih jauh lagi). Nah, lalu ada lagi istilah yang diplesetkan dari istilah yang diatas tadi yaitu don’t judge a book by its movie yang artinya kurang lebih “dilarang baca buku sambil nonton pilem” (Kamu boleh percaya boleh gak, tapi sebaiknya jangan).
Jadi begini, saya baru saja selesai menonton pilem Percy Jackson And The Olympians: The Lightning Thief. Hasilnya lumayan mengecewakan bagi saya yang udah pernah baca bukunya. Menurut saya ada dua tipe orang di dunia ini, yang pertama orang yang suka membaca dan yang kedua orang yang suka menonton.
Bagi orang yang suka membaca, menonton sebuah film yang diangkat dari buku bisa jadi sebuah pengalaman yang buruk. Karena mereka bakal sering dikecewakan dengan perbedaan-perbedaan yang ada di buku dan pilem. Seringkali sesuatu yang tidak ada di buku tapi muncul di pilem atau yang terkadang ada di buku malah ditiadakan sama sekali.
Sedangkan untuk orang yang lebih suka menonton kebanyakan bakal malas membaca yang versi bukunya. Jadi gak terlalu bermasalah dengan perbedaan tersebut. Saya sendiri lebih suka membaca, karena dengan membaca kita menjadi lebih bebas dalam imajinasi yang tak terbatas. Kita mungkin membaca buku yang sama tapi imajinasi yang kita punya tentu berbeda dengan orang lain. Namun justru inilah yang membuat kita menjadi tidak puas ketika yang dilihat di pilem ternyata berbeda, sangat terbatas dan tidak sebebas dengan apa yang kita punya dalam bayangan kita.
Saat menonton Percy and The Olympians saya menemukan banyak sekali perbedaan, banyak adegan di buku yang dipotong, bahkan diubah sama sekali. Ada tokoh yang dihilangkan ada juga yang ditambah. Pesan saya buat yang gak suka perubahan, mending gak usah nonton pilemnya. Tapi buat yang gak suka baca, pilemnya cukup menghibur kok.
Tapi saya juga ngerti, untuk membuat pilem yang sama dengan yang ada di buku tentu membutuhkan budget yang lebih besar, karena cerita yang ada di buku gak akan selesai hanya dalam waktu dua jam. Biaya produksi akan membengkak, karena pilem yang seharusnya selesai misalnya dalam waktu satu bulan tapi karena panjangnya cerita baru selesai tiga bulan. Biaya produksinya jadi meningkat tiga kali lipat. jadi untuk pilem berbudget terbatas, pemotongan adegan atau perubahan jalan cerita agar cepat selesai menjadi solusi terbaik.
Namun adakalanya perubahan justru memperburuk sebuah pilem, terlalu banyak perubahan yang mendasar akan menghilangkan keindahan cerita itu sendiri. Bagaimanapun juga kita gak bisa menilai sebuah buku itu dari pilemnya, karena sebuah pilem gak bisa seratus persen mengadopsi isi buku. Nah, jika ingin puas, bacalah bukunya saja. Jika ingin mendapatkan hiburan tambahan silakan nonton pilemnya dan lupakan bahwa anda pernah membaca versi bukunya.